TEORI
LIBERALISME
Paham liberalisme merupakan salah satu dari berbagai teori yang ada di studi
hubungan internasional. Paham ini sangat bertolak belakang dengan teori
realisme yang sudah menjadi pembahasan sebelumnya. Jika realisme menganggap
manusia sebagai makhluk yang jahat karena keegoisannya terhadap kekuasaan, maka
liberalisme sebaliknya mengambil pandangan positif terhadap sifat manusia. Kaum
liberal memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin
bahwa prinsip - prinsip rasional dapat dipakai pada masalah - masalah
internasional (Jackson dan Sorensen 2009, 141). Setiap manusia diyakini akan
mementingkan dirinya sendiri dalam segala hal dan paham ini sadar akan sifat
manusia seperti itu, namun mereka yakin bahwa dengan manusia menahan diri akan
keegoisannya dan melakukan perundingan, kerjasama, semua masalah akan
terselesaikan dengan hasil yang merata dan mendapatkan manfaat besar bagi
setiap orang. Menurut Dugis (2013) memandang sebuah negara sebagai sifat
manusia, sehingga suatu negara harus menahan diri kemudian memungkinkan untuk
terlibat dalam perundingan serta kerjasama.
Menurut kaum realis perang tidak akan terhindarkan sekalipun ingin menciptakan
perdamaian dunia harus melalui perang, beda halnya dengan liberalis yang
menganggap perang akan terhindarkan ketika manusia menggunakan akal pikiran dan
rasionalitasnya dalam memecahkan masalah doomestik maupun internasional. Asumsi
dasar yang dimiliki dari paham liberalisme yaitu keyakinan terhadap kemajuan.
Proses modernisasi merupakan revolusi intelektual kaum liberal dan hal ini
adalah keyakinan kaum liberal akan kemajuan setiap individu. Karena, perhatian
dasar liberalisme merupakan kesenangan individu itu sendiri. Dengan adanya
modernisasi mampu memperluas jangkauan kerjasama lintas batas internasional.
Paham liberalisme secara garis besar dibagi menjadi empat aliran utama yang
memberikan kontribusinya pada aspek – aspek penting dalam hubungan
internasional
LIBERALISME
SOSIOLOGIS
Kaum liberal sosiologis memiliki pemikiran bahwa hubungan antar manusia
lebih kooperatif daripada hubungan antar pemerintah nasional. Sehingga
perdamaian lebih mudah terwujud. Karena kaum ini berpikir hubungan antar
manusia lebih baik maka adanya hubungan transnasional. Menurut argumen Jackson
dan Sorensen (2009), hubungan transnasional yaitu hubungan antar masyarakat,
kelompok – kelompok, dan organisasi – organisasi yang berasal dari negara yang
berbeda. Sehingga dengan kata lain, semakin kecil kapasitas keterlibatan antar
pemerintah sehingga semakin banyak hubungan antar bangsa yang dapat terwujud.
Menurut pandangan Rosenau (1992) seperti yang dikutip oleh Jackson dan Sorensen
(2009), adanya peran individu dalam politik global sangatlah penting. Dapat
dijadikan garis besar bahwa penstudi Hubungan Internasional tidak hanya
mempelajari hubungan antar pemerintah nasional saja tetapi hubungan antar
individu serta kelompok juga turut menjadi kajian penstudi Hubungan
Internasional. Hubungan kesalingketergantungan antara masyarakat menjadi satu
oleh adanya kooperatif dibanding dengan hubungan antar negara.
LIBERALISME
INTERDEPEDENSI
Terdapat hubungan antara tingkat interdependensi dengan hubungan
transnasional sehingga mencermikan adanya proses modernisasi. Sejarah sering
mengatakan bahwa dengan menggunakan kekuatan militer serta peluasan wilayah
dijadikan alat untuk mendapatkan kekuasaan. Namun setelah berakhirnya perang,
kekuatan militer tidaklah lagi dijadikan alat mencari kekuasaan. Sebagai contoh
negara Jepang dan Jerman berhasil memenangkan perang karena mereka merupakan
negara dagang sehingga ekonomi dijadikan prioritas sebagai alat kekuasaan. Dua
negara tersebut, memilih untuk berdagang dengan pembagian tenaga kerja
internasional yang terus menerus meningkatkan interdependensi.
Pada dasarnya, kaum liberal ini berpendapat bahwa pembagian tenaga kerja yang
tinggi dalam perekonomian internasional meningkatkan interdpendensi antar
negara, dan hal itu menekan dan mengurangi konflik kekerasan antar negara
(Jackson dan Sorensen 2009, 148). Penggunaan kekuatan militer selalu dijadikan
pilihan dalam konflik pemimpin besar. Keamanan yang dianggap sebagai politik
tingkat tinggi dijadikan prioritas daripada ekonomi ataupun masalah sosial yang
dianggap sebagai politik tingkat rendah yang dapat disebut sebagai
interdependensi sederhana. Oleh karena itu dengan mengikuti perkembangan jaman
interdepensi kompleks sangat menentukan. Kekuatan militer merupakan alat yang
sudah tidak bermanfaat dalam kasus interdependensi kompleks.
LIBERALISME
INSTITUSIONAL
Kaum liberalis mendefinisikan institusi internasional itu sendiri sebagai suatu
organisasi internasional, seperti NATO atau Uni Eropa; atau merupakan
seperengkat aturan yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu, seperti
penerbangan atau pengapalan (Jackson dan Sorensen 2009, 154). Mereka
menganalogikan institusi dalam perwujudan ‘hutan’ menjadi ‘kebun binatang’.
Kaum liberalisme ini menyatakan bahwa dengan adanya institusi internasional
dapat memajukan kerjasama antar negara. Seperti yang dikatakan Dugis (2013),
institusi internasional dibuat dalam rangka tujuan menampung
kepentingan-kepentingan setiap negara. Institusi dibuat karena adanya keraguan
dan ketidakpercayaan disetiap negara. Sehingga, institusi tersebut
demikian membantu mengurangi rasa takut negara anggota satu sama lain.
Tidak hanya bertujuan mengurangi rasa takut diantara negara, institusi
ini menyediakan rasa kesinambungan serta perasaan stabilitas bangi setiap
negara anggota. Dengan adanya kesinambungan serta kestabilan tersebut dapat
memajukan kerjasama dan mendapatkan keuntungan timbal balik.
LIBERALISME
REPUBLIKAN
Republikan berarti negara – negara yang demokrasi dan kaum liberalis ini
meyakini bahwa negara demokrasi lebih bersifat damai karena mayoritas mereka
sangat tunduk terhadap hukum. Bukan berarti negara demokrasi tidak pernah
melakukan peperangan, sehingga untuk memperjelas bahwa negara demokrasi tidak
akan melakukan intervensi atau mencari konflik terhadap negara demokrasi
lainnya. Hal tersebut berdasar pada, pertama negara – negara
demokrasi selalu menyelesaikan konflik politik dengan mengedepankan
penyelesaian secara damai, karena pemerintahan negara demokratis berada pada
kendali masyarakatnya sehingga tidak menyarankan untuk melakukan peperangan. Kedua,bahwa
setiap negara demokrasi memegang nilai – nilai moral bersama.
Alasan negara – negara demokrasi tidak berperang dengan negara demokrasi
lainnya dikarenakan budaya demokratisnya dalam menyelesaikan konflik secara
damai, nilai moral bersamanya, dan hubungan kerjasama ekonomi dan
interdependensi yang saling menguntungkan (Jackson dan Sorensen 2009, 164).
Karena alasan tersebutlah dapat dijadikan pondasi kuat demi terciptanya
perdamaian. Kaum liberal republikan pada dasarnya sangat optimis bahwa
perdamaian dan kerjasama dalam hubungan internasional akan terwujud berdasarkan
kemajuan dunia yang lebih demokratis.
Dapat dijadikan kesimpulan bahwa studi hubungan internasional memiliki berbagai
teori yang salah satunya teori liberalisme. Teori ini memprioritaskan sifat
dasar manusia yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi serta akal
pikirannya dalam mewujudkan perdamaian dunia begitu juga dengan negara. Mereka
mengedepankan akan kesenangan atau kebahagiaan setiap individu. Karena itu,
negara berperan untuk menjamin kebebasan individu dan menggapai kebahagiaan
individu tanpa campur tangan dari orang lain. Selain itu, liberalisme
diturunkan menjadi empat aliran utama yaitu, liberaisme sosiologis, liberalisme
interdependensi, liberalisme institusional, dan liberalisme republikan.
REFERENSI
- Dugis,
Vinsensio. 2013. Liberalisme. Materi disampaikan pada kuliah
Teori Hubungan Internasional. Departemen Hubungan Internasional.
Universitas Airlangga. 14 Maret 2013.
- Jackson,
Robert, dan Georg Sorensen, 2009. Pengantar Studi Hubungan
Internasional (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to
International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
- Materi kuliah Politik Global SJ B5 Bp. Nur Samsudin IAIN WALISONGO SEMARANG
0 komentar:
Posting Komentar