Mendalami subjek Ekonomi Politik Internasional termasuk sebagai
mendalami sebuah cabang ilmu baru. Para scholar Ilmu Hubungan
Internasional sendiri baru mencium adanya kemungkinan yang berkesinambungan
antara ekonomi dan politik di level negara setelah tahun 1970-an (Jackson dan
Sorensen, 1998;176). Terlambat memang mengetahui hal ini, namun belum terlalu
terlambat untuk akhirnya berhasil dihadirkan pemikiran – pemikiran ini dalam
cabang Ekonomi Politik Internasional seperti sekarang ini. Masa tahun 1970-an
adalah era perang dingin, dimana Amerika Serikat dan Uni Soviet sedang gencar –
gencarnya melakukan ekspansi ideologinya masing – masing. Dan yang pasti
terjadinya berbagai proxy war antara lain di Vietnam sebagai
salah satu bentuk pertunjukkan kekuatan sampai turunnya bantuan ekonomi
bertajuk Marshall Plan yang dilancarkan Amerika Serikat. Dalam masa – masa di
atas terjadi banyak sekali kejadian yang dapat dijadikan acuan dalam penetapan
fenomena Ekonomi Politik Internasional dalam kehidupan internasional.
Model – model negara dalam menjalankan rumah tangga negaranya masing – masing
adalah contoh bahwa setiap negara memiliki kebutuhan dan keinginan di segi mana
ia harus memberi porsi lebih sehingga kelangsungan hidupnya akan semakin
terjamin. Sikap negara sovereign tentu saja bebas menyusun
strategi membangun negaranya. Dua pilar utama dalam bernegara yaitu politik dan
ekonomi tentu saja masuk dalam rencana strategis setiap negara. Demikian pula
dengan kebutuhan masyarakat setiap negara yang tak jauh dari ekonomi serta
negara yang dalam hal ini adalah pemerintah terhadap ekonomi dan politik. Fakta
– fakta ini menunjukkan bahwa baik politik dan ekonomi sama – sama menjadimain
issue yang penting untuk dibahas. Tanpa kita sadari, hidup sederhana
kita sehari – hari dibentuk oleh baik politik dan ekonomi. Manusia selalu hidup
dengan 3 hal pokok, sandang, pangan, dan papan (rumah). Ketiga hal pokok ini
bisa didapat pada umumnya dengan membeli dengan uang. Uang dan kegiatan membeli
adalah bentuk kegiatan ekonomi dan ketika manusia membeli kebutuhannya tanpa ia
sadari ia telah memanfaatkan kebijakan politik yang dibuat pemerintah daerah
daerah tersebut. Misalnya ketika membeli rumah, kita sebagai konsumen
mendapatkan surat tanah dari notaris, pengadaan surat tanah itu dibawah
pengesahan dan pengawasan pemerintah. Tanpa ada pengesahan dari pemerintah yang
diwakili oleh notaris tanah maka tanah yang dibeli adalah ilegal karena tanah
tersbut masih masuk dalam teritorial Indonesia. Hal tersebut adalah representasi
ekonomi dan politik. Maka benar jika dikatakan Ekonomi Politik Internasional
adalah fenomena lama yang baru dikaji dan dalam topik kali ini, Ekonomi Politik
Internasional akan dikaji dari segi ideologinya.
Banyak ideologi yang muncul didalam keilmuan sosial. Namun dalam topik Ekonomi
Politik Internasional sendiri ada tiga teori yang menaruh minat pada bahasan
Ekonomi Politik Internasional. Teori dengan pendekatan ekonomi liberal sebagai
pembuka dianggap sebagai teori yang mengedepankan sisi ekonomi dalam Ekonomi
Politik Internasional sebagai topik utamanya tanpa merendahkan topik lain, atau
yang biasa disebut dengan mengotonomikan ekonomi. Sebenarnya paham ini tidak
menutup peranan politik didalam prakteknya, hanya saja pendekatan ini tidak mau
politik yang dalam hal ekonomi dimaksudkan dengan pemerintah terlalu
menginterupsi kegiatan ekonomi yang coba dibangun secara mandiri oleh pasar.
Paham ini melihat interupsi politik secara berlebihan akan membawa pada
kemungkinan konflik pada pasar, dan tentu saja hal ini akan merugikan pasar.
Ekonomi liberal percaya bahwa ada mekanisme virtual yang mengatur pasar
sehinggan sedemikian rupa yang dalam bahasa Adam Smith, sebagai bapak teori ini
disebutthe invicible hands. Teori ini juga membawa jalan bagi negara
yang ingin memperkaya dirinya dengan teori comparative advantage.
Dalam teori tersebut individu atau pelaku produksi dalam bentuk majemuk akan
digiring untuk memiliki spesifikasi kerjanya sendiri yang akan menjadikan
pekerjaannya lebih produktif dan memudahkan untuk kerjasama karena
spesialisasinya. Akhirnya dengan spesialisasi yang menuntun pada efektifitas
produksi akan membawa pada keuntungan yang stabil bagi pelakunya. Ekonomi
liberal membawa pelaku yang ikut didalamnya dalam positive sum game yang
mengindikasikan tidak ada pihak yang kalah melainkan pihak yang banyak mendapat
keuntungan daripada pihak lainnya (Jackson dan Sorensen, 1999;182)
Merkantilisme atau paham realis adalah pendekatan yang kedua. Paham ini
merupakan pemikiran yang mengambil sisi politik jauh lebih dulu diatas yang
lainnya dalam Ekonomi Politik Internasional. Dengan adanya label seperti itu,
maka merkantilis lebih mengedepankan pentingnya security sebuah
negara daripada kegiatan ekonominya. Juga kaum merkantilis menjadikan ekonomi
sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional negara. Paham ini memandang
bahwa hubungan negara – negara di dunia internasional hanyalah sebagai sebuah
arena untuk bermain dengan pola zero sum game dan mementingkan
untuk menang dan menjadi hagemon sehingga bisa menguasai dan menjadi prioritas
atas yang lain. Merkantilis bukan hanya melakukan subordinate terhadap
ekonomi namun juga memegang teguh bahwa antara ekonomi dan keamanan negara
harusnya diposisikan secara berbeda, yaitu keamanan diatas ekonomi. Serta
indikasi sebuah negara dengan perekonomian yang kuat adalah ketika anggaran
militer dan keamanannya mampu disokong oleh penghasilan ekonomi negara tersebut
(Jackson dan Sorensen, 1999;179).
Pandangan ketiga dalam frame Ekonomi Politik Internasional
adalah sebuah pandangan Marxisme. Karl Marx menunjukkan bahwa maxisme
megedepankan struktur ekonomi jauh di atas politik. Namun konteks yang diangkat
agak berbeda dan khas kaum Marxis. Berangkat dari anggapan kaum Marxis bahwa kaum
pemegang modal dalam kegiatan ekonomi adalah kaum yang jahat dan mudah
mengeksploitasi maka kekuatan kaum pekerja ditambah momentum yang tepat menjadi
pusat perhatian utama dalam tujuan kaum Marxis. Namun, walaupun Marx tidak
menyukai kaum pemilik modal yang disebut juga kaum borjuis, ia juga menaruh
perhatian pada fenomena kapitalisme. Kapitalisme menurut Marx membawa
keuntungan bagi kaum proletar atau kaum pekerja yaitu kapitalisme dengan sistem
produksinya tidak memiliki pola separah kaum feodal dulu. Selain itu kaum
proletar juga memiliki peranan yang lebih baik dalam proses produksi. Karena
kaum proletar diikutkan dalam perlakuan sosial kontrol terhadap produksi.
Secara umum, Marxisme memandang Ekonomi Politik Internasional sebagai bentuk
legal kapitalisme yang dilakukan kaum borjuis dari masa ke masa ke seluruh
dunia (Jackson dan Sorensen, 1999;185).
Dari ketiga pandangan baik Marxisme, Merkantilisme, dan Ekonomi Liberal sama –
sama memiliki tokoh masing – masing yang mendukung argumentasi terhadap paham
tersebut. Gilpin misalnya memandang Ekonomi Politik Internasional sebagai
Merkantilis. Ia sangat menyetujui kekuatan politik di atas ekonomi dan
menganggap hal tersebut benar sehingga tesisnya lebih mengacu pada
Merkantilisme. Gilpin mengamini adanya negara priorotas yang disebutnya sebagai
hagemon dalam Ekonomi Politik Internasional yang bertugas untuk menjaga dan
menjadi negara penstabil ketika terjadi pergolakan dalam Ekonomi Politik
Internasional. Sedangkan Karl Marx dengan Marxismenya jelas menekankan bahwa
Ekonomi Politik Internasional hanyalah studi yang pro kapitalis dan anti
proletar. Setidaknya walaupun ekonomi menjadi basic point dalam
tesisnya, Marx tetap menaruh kecurigaan atas adanya penindasan terhadap kaun
proletar. Adam Smith dengan ekonomi liberalnya menyatakan yang terbaik adalah
ketika pasar berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri tanpa embel – embel
bantuan terlalu banyak dari pemerintah. Dari ketiga itu, muncul Susan Strange
yang mengangkat opini baru bahwa Ekonomi Politik Internasional memiliki empat
pilar struktur yang penting antara lain : security (political-military
power), production, knowledge, and finance (Strange, 1988;27)
Meskipun, tesis Susan Strange ini masih dianggap sebagai tesis dasar yang
menggabungkan apa yang sudah ada dan hanya sedikit ditambahi dengan pendapatnya
sendiri (Jackson dan Sorensen, 1999;190). Meskipun belum sempurna namun studi
mengenai Ekonomi Politik Internasional masih terus berkembang seiring dengan
problematika yang sering muncul dan dengan adanya pengkajian lewat teori –
teori yang ada sebelumya.
Referensi :
Gilpin, Robert. 2001. “Three Ideologies of Political
Economy”, dalam The Political Economy of International Relations.
Princeton : Princeton University Press, pp. 25 - 64
Jackson, Robert dan G. Sorensen. 1999. “The Political
Economy”, dalam Introduction to “ International Relations. Oxford
: Oxford University Press, pp. 175 – 216”
Materi kuliah Politik Global
SJ B5 Bp. Nur Samsudin IAIN WALISONGO SEMARANG
0 komentar:
Posting Komentar