Home » » POLITIK GLOBAL ISU KONFLIK INTERNAL BERKAITAN POLITIK GLOBAL

POLITIK GLOBAL ISU KONFLIK INTERNAL BERKAITAN POLITIK GLOBAL


POLEMIK PT. FREEPORT, PAPUA
            Tidak terlihatnya kebijakan yang konkrit oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Papua Barat akan memicu pihak asing turut ambil bagian dalam menginterfensi konflik tersebut. Hal ini didukung dengan isu globalisasi yang sedang pesat di masa sekarang dan munculnya isu global governance dimana banyak aktor yang berpengaruh besar dalam menekan suatu pemerintahan, baik itu untuk skala nasional, maupun Internasional. Maka dari itu pemerintah dalam hangatnya isu global governance harus selalu waspada atas berbagai tekanan dan bijak dalam mengatasi permasalahan dalam negaranya.
            “Gunung Emas” yang ada di Timika, Papua Barat Indonesia seharusnya menjadi sebuah “power” bagi negara Indonesia di dunia Internasional. “Gunung Emas” seluas kurang lebih 212.950 hektare ini mengandung emas terbesar di dunia, perak yang berlimpah, dan juga tembaga terbesar ketiga di dunia.[1] Belum lagi belakangan ini banyak pengamat telah melakukan penelitian sebagaimana disampaikan oleh berbagai media mengemukakan bahwasanya di lapisan bawah dari tembaga dan emas tersebut terdapat kandungan uranium yang dapat dijadikan dalam pembuatan nuklir.[2] Namun hal yang sangat fatal adalah ketika “gunung emas” ini dikendalikan oleh PT.Freeport milik asing yang berimbas negatif pada penduduk setempat dan juga karyawan yang bekerja disana.
            Kesenjangan kesejahteraan dengan perbandingan tingkat upah yang tidak sesuai antara buruh Indonesia dengan para pegawai asing khususnya Amerika disana, membuat para buruh marah dan melakukan beberapa kali pemogokan, memblokade jalan-jalan penting, dan juga demonstrasi. Hal ini kemudian semakin mendukung pihak-pihak Organisasi Papua Merdeka (OPM) memperkuat aksi menuntut pembebasan Papua Barat serta mengajak masyarakat Papua Barat untuk mendukung aksi mereka. Tidak terlihatnya penyelesaian yang konkrit dari pemerintah pun semakin memperkuat dan memperkeruh permasalahan yang kemudian menjadi kompleks di wilayah Papua Barat ini. Pihak asing juga mulai ikut campur atas konflik yang ada di Papua dan berkembangnya isu global governance membuat pemerintah Indonesia harus kuat dan waspada atas berbagai tekanan dari pihak dalam maupun luar negri dalam mengatasi konflik ini. Singkatnya, “senjata andalan” yang seharusnya dapat dipakai sebagai “great power” oleh negara dalam berbagai bidang seperti perekonomian, teknologi, pertahanan dan keamanan, yang berujung pada kesejahteraan negara, diberikan secara “cuma-cuma” kepada pihak asing yang dengan seenaknya mengeksploitasi “gunung emas” tersebut.
            Kondisi Kekinian
            PT.Freeport Indonesia adalah penghasil tambang emas terbesar yang pernah ada di dunia[3]. PT.Freeport menghasilkan 1.765.000 ons emas pada tahun 2010, sementara tambang emas terbesar dunia lainnya seperti yang terdapat di Amerika hanya menghasilkan 5000 ons, Amerika Latin (Peru) 97.000 ons dan sedikit pada tambang emas yang terdapat di Afrika[4]. Dari sana terlihat jelas kalau dari 100% jumlah emas yang ada di dunia, 95 % berasal dari Indonesia dan hanya 5 % dari luar Indonesia. Sementara gaji paling rendah terdapat pada tambang Indonesia sendiri, PT.Freeport Indonesia.
            Salah satu pemicu konflik di Papua adalah PT.Freeport itu sendiri. Konflik yang semakin kompleks ini ditunjukkan dengan adanya kesenjangan yang terjadi di Papua kemudian mengakibatkan masalah yang terlihat kompleks di Papua Barat. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM.[5] Sementara itu peranan pemerintah hampir tidak terlihat nyata dalam mengatasi konflik yang kian meluas ini.
            Sejarah Singkat berdirinya PT.Freeport
            PT. Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI merupakan penghasil terbesar konsentrat tembaga dari bijih mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti[6]. Awal berdirinya PT Freeport Indonesia (PTFI) bermula saat seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company; Forbes Wilson, melakukan ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang ditemukannya Ertsberg (Gunung Bijih), sebuah cadangan mineral, oleh seorang geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.[7]
            Setelah ditandatanganinya Kontrak Karya pertama dengan Pemerintah Indonesia bulan April 1967, PTFI memulai kegiatan eksplorasi di Ertsberg pada Desember 1967. Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1970, dilanjutkan dengan ekspor perdana konsentrat tembaga pada bulan Desember 1972.
            Tahun 1980, Freeport menggandeng Mc.Moran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun. Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A. Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki depost terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar.[8]
            PTFI merupakan salah satu pembayar pajak terbesar bagi Negara Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai dengan 2005, manfaat langsung dari operasi perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak mencapai sekitar 3,9 miliar dolar AS. Selain itu, PTFI juga telah memberikan manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan, reinvestasi dalam negeri, pembelian barang dan jasa, serta pembangunan daerah dan donasi.
            1. Kondisi Buruh PT.Freeport
            PT Freeport McMoran Indonesia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak Tri Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal 10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah dari operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%[9]. Karyawan PT. Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut kenaikan gaji US$ 4 per jam. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh kesejahteraan.
            Sebuah video yang diunggah oleh seorang karyawan PT.Freeport sendiri yang disebar dalam media sosial youtube berjudul “ALKINEMOKIYE - FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE” menayangkan tentang bagaimana kehidupan para buruh yang bekerja di PT.Freeport sejak memulai hingga sampai belasan tahun bekerja disana. Seorang karyawan bernama Sugeng Adi Mulyanto bekerja selama 25 tahun di PT.Freeport kemudian pensiun dengan jumlah gaji pokok hanya sebesar 3,6 juta rupiah. Demikian juga Abdul Muis, Yose Amari, Matius, dan banyak karyawan lainnya merasa dirugikan dengan pensiun tanpa mendapatkan gaji pensiun dari pihak PT.Freeport[10]. Dengan lama bekerja sampai belasan bahkan puluhan tahun, mereka pun akhirnya hanya tinggal di sebuah rumah yang cenderung kumuh dan rawan dengan berbagai penyakit. Bagaimana tidak? Pendapatan yang mereka terima tidak sesuai dengan tingginya biaya hidup dan juga jerih payah mereka dalam bekerja.
            2. Kasus Pemogokan dan penembakan yang terjadi
            Tidak terima dengan kesenjangan yang dilakukan oleh pihak PT.Freeport, para karyawan melakukan demonstrasi dan pemogokan kerja selama berhari-hari. Mereka memblokade jalan-jalan utama akses menuju lokasi penambangan emas tersebut. Aparat kepolisian dan militer pun berperan aktif dalam aksi ini. Video berjudul “ALKINEMOKIYE - FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE” itu juga berkali-kali menunjukkan terjadinya penembakan terhadap para demonstran dengan peluru tajam yang kemudian mengakibatkan luka bahkan korban tewas. Para karyawan saling mengajak satu dengan yang lainnya dan tak jarang terjadi kericuhan antar karyawan. Freeport membawahi sekira 9.000 tenaga kerja yang terbagi menjadi karyawan staf dan non-staf. Aksi demo dan mogok ini menyebabkan Freeport harus menempatkan sebagian karyawan staf untuk kegiatan operasional.
            Penembakan pun datang entah dari mana saja. Dalam laporan keuangannya, PT.Freeport menuliskan bahwa PT.Freeport sendiri mengeluarkan dana sebesar 14 Juta US.Dollar pada tahun 2010 yang silam[11]. Namun yang menjadi pertanyaan adalah benar atau tidak sejumlah uang itu di keluarkan? Jika ya, kemana uang sebanyak itu dialokasikan? Banyak yang beranggapan kalau sejumlah uang tersebut didistribusikan langsung kepada pihak keamanan dan itu sebabnya mengapa banyak terjadi kasus penembakan kepada rakyat ataupun karyawan saat melakukan demonstrasi maupun pemogokan tahun yang silam.
            Februari 2013 yang lalu terjadi juga kasus penembakan yang menewaskan delapan prajurit TNI gugur dan dua warga sipil tewas setelah disergap kelompok sipil bersenjata dalam aksi penyerangan di dua lokasi di Papua, Kamis kemarin. Penyerangan sekelompok separatis bersenjata seolah menjadi bukti nyata bahwa kekerasan kolektif masih menjadi bahaya laten yang harus diwaspadai oleh aparat TNI yang bertugas mengamankan wilayah NKRI dari ancaman peperangan[12].
            Tak jarang juga terjadi penembakan-penembakan dengan pelaku yang tidak diketahui. Penembakan ini terjadi pada mereka yang sedang melakukan aksi demo, blokade jalan-jalan, sampai saat bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Yang lebih parah, aksi penembakan juga terjadi pada mereka yang tidak ikut dalam aksi demonstrasi ataupun aksi pemblokade jalan. Penembakan juga terjadi pada mereka yang sedang bekerja di dalam lokasi penambangan, dirumah, maupun ditempat-tempat lain yang cenderung aman [13].                      
            3. Kondisi Pemiskinan Papua, pemerintah terkesan ‘buta’
            Di sisi lain, pemiskinan terus berlangsung di wilayah Mimika. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM.
            Timika bahkan menjadi tempat berkembangnya penyakit mematikan, seperti HIV/AIDS. Tercatat, jumlah tertinggi penderita HIV/AIDS Indonesia berada di Papua. Keberadaan Freeport juga menyisakan persoalan pelanggaran HAM yang terkait dengan tindakan aparat keamanan Indonesia pada masa lalu dan kini. Hingga kini, tidak ada satu pun pelanggaran HAM yang ditindaklanjuti serius oleh pemerintah bahkan terkesan diabaikan, pemerintah terkesan ‘buta’ .
            Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport berada, terdiri atas 35% penduduk asli dan 65% pendatang. Hampir seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli Papua[14].
            Di sisi lain, pendapatan pemerintah daerah Papua demikian bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun 1975-2002 sebanyak 50 persen lebih PDRB Papua berasal dari pembayaran pajak, royalti dan bagi hasil sumber daya alam tidak terbarukan, termasuk perusahaan migas[15]. Artinya ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan menciptakan ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua ke depan.
            Pada tahun 2005 terlihat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua menempati peringkat ke 3 dari 30 provinsi di Indonesia. Namun, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua, yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-masalah kekurangan gizi, berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport[16].
            4. Analisis dalam Teori Pengantar Hubungan Internasional
            Pluralisme dan munculnya Isu Global Governance dalam dunia Internasional
            Fenomena yang terjadi dalam Freeport Indonesia ini sudah diluar kendali. Keuntungan, kerugian, semua dialami oleh satu pihak, yaitu Indonesia. Masyarakat pun mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tidak pernah bijak dalam masalah ini. Pemerintah pun seolah tidak menghiraukan kondisi tersebut. Banyak kejadian yang sangat merugikan Indonesia dan masyarakat papua. Pemerintah mungkin hanya tergiur oleh pendapatan pajak dari PTFI, tetapi tidak melihat dampak-dampak yang terjadi dalam masyarakatnya. Padahal dalam perbandingan pajak dengan pendapatan PTFI sangatlah berbeda[17].
            Indonesia adalah negara yang hidup berdampingan dengan negara lain dalam dunia internasional. Semakin meluasnya isu-isu dalam Hubungan Internasional, maka harus semakin kuatlah negara Indonesia untuk mampu berdiri kuat dalam berbagai gejolak dalam dunia Internasional.
            Tindakan negara terkadang bukan merupakan representasi dari kepentingan negara secara keseluruhan, melainkan kepentingan pihak-pihak di dalam negara yang seringkali bertentangan satu sama lain. Oleh karenanya kaum pluralis menganggap bahwa kepentingan nasional adalah suatu konsep yang menyesatkan karena tidak pernah ada kebijakan atau perumusan mengenai kepentingan negara sebagai suatu keseluruhan[18]. Negara pun terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak memperhitungkan untung-rugi karena dipengaruhi oleh faktor idiosinkretik pemimpinnya.
            Dalam dinamika hubungan internasional, kaum pluralis menekankan gerakan sosial yang kompleks. Model hubungan internasional menurut kaum pluralis bersifat kompleks, yaitu model jaring laba-laba (cobweb). Globalisme atau strukturalisme disebut juga World System Theory menentang asumsi state-centric maupun multi-centric dari kaum realis dan pluralis, melainkan berpendapat bahwa aktor utama dalam hubungan internasional adalah kelas. Berdasarkan pandangan ini, hubungan internasional adalah mengenai eksploitasi kelas kapitalis (negara-negara kaya yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, Dunia Utara atau Dunia Pertama) terhadap kelas proletar (negara-negara miskin di Dunia Selatan).
Pandangan globalisme mereduksi semua permasalahan menjadi permasalahan ekonomi dan menganggap bahwa isu-isu lain, seperti keamanan dan politik hanya berada di permukaan saja. Model hubungan internasional menurut kaum Globalis adalah model gurita berkepala banyak (octopus model) di mana kepala gurita tersebut mewakili negara-negara kapitalis kaya yang menjulurkan tentakel-tentakelnya kepada negara-negara miskin dalam proses eksploitasi yang tiada akhir[19].
            Secara ringkas, pluralisme dalam Hubungan Internasional menekankan bahwa Selain negara, aktor-aktor transnasional juga memainkan peranan penting dalam hubungan internasional, negara tidak manunggal, melainkan plural dan tidak selalu rasional. Selain itu, juga menekankan pentingnya isu-isu lain di luar keamanan, mencakup ekonomi dan sosial (low politics) serta adanya gerakan sosial yang kompleks, interdependensi[20].
            Dari sana terlihat jelas akan muncul aktor-aktor baru selain negara dalam Hubungan Internasional sendiri seperti IGO, INGO, dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam pandangan pluralisme, tidak ada batasan lagi antara satu negara dengan yang lainnya dalam melakukan hubungan internasional karena banyak cara/bentuk-bentuk yang dapat dilakukan dengan cara-cara yang sifatnya lebih soft.
            Saat ini, kehidupan Internasional pun otomatis menjadi bagian dari masalah Internasional. Batasan dalam dunia Internasional seolah tidak nyata lagi setelah munculnya era globalisasi. Batasan-batasan tersebut seolah hanya tertulis pada kertas dan tidak ada pada dunia nyata. Memang demikianlah pada kenyataan saat ini. Kehidupan yang melampaui batas-batas nasional merupakan kehidupan Internasional dan kita adalah bagian dari aktor hubungan Internasional.
Global governance is a permissive concept. Like globalization, with which it is often associated, the frequency with which global governance is invoked in the scholarly literature and in policy practice far exceeds the number of times it is precisely or carefully defined. As a result, the term ‘global governance’ is applied to a wide variety of d ifferent practices of order, regulation, systems of rule, and patterned regularity in the international arena. It is permissive in the sense that it gives one license to speak or write about many different things, from any pattern of order or deviation from anarchy (which also has multiple meanings) to normative
preferences about how the world should be organized[21].
            Bahwa Pemerintahan global adalah konsep permisif. Seperti globalisasi, dengan yang sering dikaitkan, frekuensi yang pemerintahan global dipanggil dalam literatur ilmiah dan dalam praktek kebijakan jauh melebihi jumlah kali itu justru atau hati-hati didefinisikan. Akibatnya, istilah ‘pemerintahan global’ diterapkan untuk berbagai praktek yang berbeda dari keteraturan, regulasi, sistem pemerintahan, dan keteraturan pola di arena internasional. Hal ini permisif dalam arti bahwa ia memberikan satu lisensi untuk berbicara atau menulis tentang banyak hal yang berbeda, dari setiap pola perintah atau penyimpangan dari anarki (yang juga memiliki beberapa arti) ke normatif preferensi tentang bagaimana dunia harus diatur.
            Global governance adalah suatu konsep yang muncul sebagai jawaban atas berkurangnya “power” maupun kapasitas negara dalam mengatasi isu-isu ataupun berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh negaranya. Global governance muncul karena kecenderungan pemerintah yang gagal dalam menjalankan fungsinya di dalam pemerintahan, yang kemudian diikuti oleh hadirnya faktor-faktor eksternal (luar negeri), kekurangan sumber daya, dan ketidakmauan sumberdaya yang ada untuk terlibat dalam isu dalam negeri tersebut[22].
            Global Governance dan kaitannya terhadapat Konflik Papua
            Sebagai negara yang hidup dan terlibat dalam dunia Internasional, tentu Indonesia pun menjadi bagian dari sorotan dunia dalam melakukan aktivitas Internasional[23]. Misalnya perdagangan, budaya, perekonomian, sampai pada masalah politik internal negara Indonesia. Banyak perusahaan asing yang menanamkan modalnya dan juga beroperasi di negara Indonesia. Dan salah satu perusahaan multinational Corporate (MNC) tersebut adalah PT.Freeport yang ada di Papua.
            Sebagai perusahaan penghasil emas dan tembaga terbesar di dunia, tentu PT.Freeport dan juga Papua menjadi sorotan dari dunia Internasional. Migrasi karyawan dari luar negeri serta aktivitas perdagangan hasil penambangan dari PT.Freeport ini tentu melibatkan banyak negara di dunia Internasional.
            Maka implikasi dari adanya fenomena global governance terhadap masalah di Papua ini adalah bahwa pemerintah Indonesia haruslah waspada dalam banyaknya aktor Internasional yang dengan bebas dapat memasuki wilayah Papua. Adanya konflik pertumpahan darah disana dan juga kesenjangan kesejahteraan sampai pada kemisikinan akan menjadi sorotan dari para organisasi-organisasi yang bergerak di dunia Internasional di bidang HAM. Sebut saja misalnya Dewan HAM PBB ataupun Human Rights Watch, yang bertugas menerbitkan berbagai laporan pelanggaran HAM se-dunia dengan tujuan untuk menarik perhatian Internasional dan memberikan tekanan pada negara atau Organisasi Internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut[24].
            Indonesia memang memiliki aturan yang ketat bagi orang-orang yang terbukti menyebarkan separatisme seperti bendera Papua. Para pelaku dapat dihukum selama 20 tahun penjara. Berdasar data Human Rights Watch, sampai saat ini sebanyak 130 orang mendekam di penjara karena isu separatisme. Kebanyakan dari mereka berasal dari Papua atau dari Kepulauan Maluku Timur[25].
            Jika pemerintah tidak segera mengambil kebijakan yang tepat dalam mengatasi konflik yang ada di Papua, maka dengan cepat nantinya akan ada banyak tekanan dari berbagai pihak yang memperhatikan kondisi di Papua.
            Tidak heran jika pada tanggal 28 April lalu secara resmi membuka Kantor Perwakilan Papua Merdeka. Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) memandang Manuver Benny Wenda dkk, melalui International Parliamentarian for West Papua, International Lawyer for West Papua, dan juga Forum Melanesia yg didukung Vanuatu, kini sudah lebih jauh dengan Perwakilan di Oxford itu[26]. Di Papua, masih ada Tentara Pembebasan Nasional OPM di bawah Goliath Tabuni, Komite Nasional Papua Barat dll, yang masih berkembang melakukan kampanye Papua Merdeka. Ditambah dengan kian tumbuhnya dukungan internasional dari kekuatan politik di Papua Nugini, Vanuatu, serta sejumlah politisi di Inggris, Selandia Baru dan Australia[27].
            Pembukaan turut dihadiri Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Sementara itu, Andrew Smith berbicara dalam peluncuran tersebut, menegaskan kembali komitmennya untuk terus membantu Papua melalui Parlemen Internasional Untuk Papua yang telah dibentuk dua tahun lalu. Dalam kesempatan tersebut juga hadir seorang pemain Rugby Nasional dari Papua New Guinea Paul Aiton, kemudian Jenifer Robinson dan Charles Foster dari kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa dari Universitas Oxford, warga Papua di Belanda, serta pendukung Papua Merdeka di Inggris.
            Munculnya dukungan dari berbabagai pihak asing untuk kebebasan Papua Barat, harusnya menjadi pukulan bagi pemerintahan Indonesia. Memang kita belum mengetahui jelas apa yang menjadi motif mereka. Inggris mengatakan bahwa mereka hanya ingin mendukung hak-hak dari orang Papua barat untuk hidup layak dan hidup sejahtera denga aman. Demikian juga beberapa negara lain yang mengatakan argumen yang sama. Tapi disisi lain bisa jadi mereka juga mengincar potensi yang ada di Papua Barat, tapi itu juga belum pasti. Intinya adalah responsif dari pemerintah Indonesia yang tegas dan melakukan kebijakan yang nyata demi terselesaikannya konflik tersebut tanpa harus melibatkan pihak-pihak asing.
            Munculnya global governance akan terus menekan kinerja pemerintahan secara khusus terkait dengan konflik dalam negeri Indonesia, Papua. Global governance menekankan bahwa tanpa harus menjadi seorang pemerintah pun, kita bisa memiliki dampak yang besar bagi negara maupun bagi dunia Internasional. Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus bijak dan mampu menyikapi konflik internal yang terjadi di negara Indonesia secar mandiri dan bijaksana.
            Sebuah media online beranggapan bahwa Indonesia harus meningkatkan ofensif diplomatik. Sependapat dengan itu saya juga beranggapan kalau Kemenlu harus menghentikan gaya diplomasi yang ‘gemulai’, dan seharusnya harus semakin kritis dalam menghadapi setiap bentuk dukungan internasional terhadap Papua Merdeka. Bila perlu, harus segera direspons keras, minimal dengan kecaman keras. Di samping itu, intensifikasi dan akselerasi program-program kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur dan efektivikasi dana Otsus (juga tindakan tegas atas korupsi dana Otsus) harus menjadi agenda prioritas Pemerintah.
            Ketua Koordinator Kaukus Papua DPR RI mengatakan bahwa akar masalah di Papua adalah keberadaan PT Freeport Indonesia. Menurut anggota Komisi III DPR RI itu, untuk menyelesaikan masalah yang ada di Papua, PT Freeport Indonesia sebaiknya melakukan langkah-langkah yang bisa membuat masyarakat Papua sejahtera.[28]
            Simpulan
            PT.Freeport menjadi akar permasalahan yang semakin kompleks di bagian barat Papua. PT.Freeport ini memang sangat memiliki potensi yang luar biasa bagi Indonesia. Karena selain dapat mensejahteraan rakyat Indonesia dengan penghasilannya yang berlimpah, juga dapat menjadi kekuatan baru negara Indonesia dalam Hubungan Internasional di mata dunia. Sebab potensi yang ada bukan hanya emas atau tembaga, namun juga perak, dan itu dalam skala yang sangat besar. Apalagi jika penelitian para ahli tentang adanya kandungan uranium disana ternyata benar, maka akan menjadi penyesalan yang sangat luar biasa bagi negara karena membiarkan “senjata” andalan tersebut dieksploitasi oleh pihak asing. Maka dari itu pemerintah Indonesia harus memberikan kebijakan yang tegas dan menyikapinya dengan bijak. Apalagi dengan adanya isu global governance maka pemerintah harus sigap sebelum pada akhirnya berbagai tekanan dan intimidasi dari berbagai aktor Internasional mempengaruhi masyarakat Indonesia, khususnya Papua sendiri.
[1] http://industri.kontan.co.id/news/luas-wilayah-pertambangan-freeport-indonesia-bakal-menciut
[2] ibid
[3](Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[4] ibid
[5] http://rimanews.com. Abaikan Hak Masyarakat Ada Freeport Rampok Kekayaan Alam Papua. Diakses tanggal 8 Juni 2013. Pukul 18:23 WIB
[6] Marwan Batubara. 2012. http://www.eramuslim.com/berita/.Sejarah Kelam Tambang Freeport. Diakses pada Senin 9 Juni 2013. Pukul 12:45
[7] ibid
[8] ibid
[9] (Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[10] Ibid
[11] ibid
[12] ibid
[13] ibid
[14] Dr. (cand.) Dewi Aryani, M.Si. http://oase.kompas.com. Kasus.Freeport.Hilangnya.Nurani.Pemerintah.Diakses pada Senin, 9 Juni 2013. Pukul 15:12 wib
[15] ibid
[16] ibid
[17] (Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[18] ArryBainus,, et.al,. 2007: Reading Kit Kuliah/Tutorial PengantarHubungan Internasional-1.(G10D.101) years 2007.Department of International Relations, Faculty of Social and Political Science Padjadjaran University.
[19] Cyntia Weber, 2005, International Relations Theory. A critical Introduction , 2 nd ed., London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
[20] ibid
[21] Thomas J. Biersteker. 2009. Global Governance. Routledge
Companion to Security (New York and London: Routledge Publishers).p.1
[22] Dudy Heryadi.Perkuliahan Praktikum Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran.Global Governance. Sabtu 18 Mei 2013.
[23] Cyntia Weber, 2005, International Relations Theory. A critical Introduction , 2 nd ed., London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
[24] Simela Victor Muhamad. Jurnal Tentang HAM. PEMAJUAN DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM KONTEKS HUBUNGAN INTERNASIONAL.p.1
[25] Dany Brakha. 2013. http://www.satuharapan.com/content/read/gerakan-pembebasan-papua-barat-bangun-markas-di-oxford/
[26]Girindra Sandino. http://forum-penulis-pelitaonline-folis-line.pelitaonline.com/news/.Waspadalah Inggri Buka Kantor Papua-Merdeka. Diakses pada Minggu 8 Juni 2013. Pukul 17:00 wib
[27] ibid
Resensi.
     Bainus, Arry, et.al,. 2007: Reading Kit Kuliah/Tutorial PengantarHubungan Internasional-1.(G10D.101) years 2007.Department of International Relations, Faculty of Social and Political Science Padjadjaran University
            Batubara , Marwan. 2012. http://www.eramuslim.com/berita/.Sejarah Kelam Tambang Freeport. Diakses pada Senin 9 Juni 2013. Pukul 12:45
            Biersteker, Thomas J. 2009. Global Governance. Routledge Companion to Security (New York and London: Routledge Publishers).p.1
            Heryadi, Dudy. Perkuliahan Praktikum Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran.Global Governance. Sabtu 18 Mei 2013.
            http://rimanews.com. Abaikan Hak Masyarakat Ada Freeport Rampok Kekayaan Alam Papua. Diakses tanggal 8 Juni 2013. Pukul 18:23 WIB
            http://industri.kontan.co.id/news/luas-wilayah-pertambangan-freeport-indonesia-bakal-menciut
        Sandino, Girindra. http://forum-penulis-pelitaonline-folis-line.pelitaonline.com/news/.Waspadalah Inggri Buka Kantor Papua-Merdeka. Diakses pada Minggu 8 Juni 2013. Pukul 17:00 wib
            Sikumbang, Zul. http://www.antaranews.com/berita/377453/paskalis-kossay-pt-freeport-indonesia-penyebab-masalah-di-papua
            Victor, Simela. Jurnal Tentang HAM. PEMAJUAN DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONTEKS HUBUNGAN INTERNASIONAL.p.1
            (Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
            Weber, Cyntia. 2005. International Relations Theory. A critical Introduction , 2 nd ed., London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
            Materi  Kuliah Politik Global SJ B5 BP. Nur Samsudin IAIN WALISONGO SEMARANG


























































Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Bird

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. KENDALKU.COM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger