POLEMIK PT. FREEPORT, PAPUA
Tidak terlihatnya kebijakan yang
konkrit oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Papua
Barat akan memicu pihak asing turut ambil bagian dalam menginterfensi konflik
tersebut. Hal ini didukung dengan isu globalisasi yang sedang pesat di masa
sekarang dan munculnya isu global
governance dimana banyak aktor yang berpengaruh besar dalam menekan suatu
pemerintahan, baik itu untuk skala nasional, maupun Internasional. Maka dari
itu pemerintah dalam hangatnya isu global governance harus selalu waspada atas
berbagai tekanan dan bijak dalam mengatasi permasalahan dalam negaranya.
“Gunung Emas” yang ada di Timika,
Papua Barat Indonesia seharusnya menjadi sebuah “power” bagi negara Indonesia
di dunia Internasional. “Gunung Emas” seluas kurang lebih 212.950 hektare ini
mengandung emas terbesar di dunia, perak yang berlimpah, dan juga tembaga terbesar
ketiga di dunia.[1] Belum lagi
belakangan ini banyak pengamat telah melakukan penelitian sebagaimana
disampaikan oleh berbagai media mengemukakan bahwasanya di lapisan bawah dari
tembaga dan emas tersebut terdapat kandungan uranium yang dapat dijadikan dalam
pembuatan nuklir.[2] Namun hal
yang sangat fatal adalah ketika “gunung emas” ini dikendalikan oleh PT.Freeport
milik asing yang berimbas negatif pada penduduk setempat dan juga karyawan yang
bekerja disana.
Kesenjangan kesejahteraan dengan
perbandingan tingkat upah yang tidak sesuai antara buruh Indonesia dengan para
pegawai asing khususnya Amerika disana, membuat para buruh marah dan melakukan
beberapa kali pemogokan, memblokade jalan-jalan penting, dan juga demonstrasi.
Hal ini kemudian semakin mendukung pihak-pihak Organisasi Papua Merdeka
(OPM) memperkuat aksi menuntut pembebasan Papua Barat serta mengajak masyarakat
Papua Barat untuk mendukung aksi mereka. Tidak terlihatnya penyelesaian yang
konkrit dari pemerintah pun semakin memperkuat dan memperkeruh permasalahan
yang kemudian menjadi kompleks di wilayah Papua Barat ini. Pihak asing juga
mulai ikut campur atas konflik yang ada di Papua dan berkembangnya isu global
governance membuat pemerintah Indonesia harus kuat dan waspada atas berbagai
tekanan dari pihak dalam maupun luar negri dalam mengatasi konflik ini.
Singkatnya, “senjata andalan” yang seharusnya dapat dipakai sebagai “great
power” oleh negara dalam berbagai bidang seperti perekonomian, teknologi,
pertahanan dan keamanan, yang berujung pada kesejahteraan negara, diberikan
secara “cuma-cuma” kepada pihak asing yang dengan seenaknya mengeksploitasi
“gunung emas” tersebut.
Kondisi
Kekinian
PT.Freeport Indonesia adalah
penghasil tambang emas terbesar yang pernah ada di dunia[3].
PT.Freeport menghasilkan 1.765.000 ons emas pada tahun 2010, sementara tambang
emas terbesar dunia lainnya seperti yang terdapat di Amerika hanya menghasilkan
5000 ons, Amerika Latin (Peru) 97.000 ons dan sedikit pada tambang emas yang
terdapat di Afrika[4]. Dari sana
terlihat jelas kalau dari 100% jumlah emas yang ada di dunia, 95 % berasal dari
Indonesia dan hanya 5 % dari luar Indonesia. Sementara gaji paling rendah
terdapat pada tambang Indonesia sendiri, PT.Freeport Indonesia.
Salah satu pemicu konflik di Papua
adalah PT.Freeport itu sendiri. Konflik yang semakin kompleks ini ditunjukkan
dengan adanya kesenjangan yang terjadi di Papua kemudian mengakibatkan masalah
yang terlihat kompleks di Papua Barat. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara
otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka
tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di
bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah
Freeport. Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan
Freeport juga merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran
HAM.[5] Sementara itu
peranan pemerintah hampir tidak terlihat nyata dalam mengatasi konflik yang
kian meluas ini.
Sejarah
Singkat berdirinya PT.Freeport
PT. Freeport Indonesia (PTFI) adalah
sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI merupakan penghasil terbesar
konsentrat tembaga dari bijih mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah
yang berarti[6]. Awal berdirinya PT Freeport
Indonesia (PTFI) bermula saat seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals
Company; Forbes Wilson, melakukan ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah
membaca sebuah laporan tentang ditemukannya Ertsberg (Gunung Bijih), sebuah
cadangan mineral, oleh seorang geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun
1936.[7]
Setelah ditandatanganinya Kontrak
Karya pertama dengan Pemerintah Indonesia bulan April 1967, PTFI memulai
kegiatan eksplorasi di Ertsberg pada Desember 1967. Konstruksi skala besar
dimulai bulan Mei 1970, dilanjutkan dengan ekspor perdana konsentrat tembaga
pada bulan Desember 1972.
Tahun
1980, Freeport menggandeng Mc.Moran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan
raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun. Tahun 1996,
seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A. Maley, menulis sebuah buku
berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di
Irian Barat itu memiliki depost terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih
tembaganya menempati urutan ketiga terbesar.[8]
PTFI merupakan salah satu pembayar
pajak terbesar bagi Negara Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai dengan 2005,
manfaat langsung dari operasi perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk
dividen, royalti dan pajak mencapai sekitar 3,9 miliar dolar AS. Selain itu,
PTFI juga telah memberikan manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan
tunjangan, reinvestasi dalam negeri, pembelian barang dan jasa, serta pembangunan
daerah dan donasi.
1.
Kondisi Buruh PT.Freeport
PT Freeport McMoran Indonesia pun
telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan
adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak Tri Puspita selaku
Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport
bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga
sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia
sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi
gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia hanya separuhnya. Menariknya
lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal 10 Agustus 2009,
dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah dari operasi tambabangnya
yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%[9]. Karyawan PT.
Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut kenaikan gaji US$
4 per jam. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang
menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang
mereka dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara
untuk memperoleh kesejahteraan.
Sebuah video yang diunggah oleh
seorang karyawan PT.Freeport sendiri yang disebar dalam media sosial youtube
berjudul “ALKINEMOKIYE - FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE” menayangkan tentang
bagaimana kehidupan para buruh yang bekerja di PT.Freeport sejak memulai hingga
sampai belasan tahun bekerja disana. Seorang karyawan bernama Sugeng Adi
Mulyanto bekerja selama 25 tahun di PT.Freeport kemudian pensiun dengan jumlah
gaji pokok hanya sebesar 3,6 juta rupiah. Demikian juga Abdul Muis, Yose Amari,
Matius, dan banyak karyawan lainnya merasa dirugikan dengan pensiun tanpa
mendapatkan gaji pensiun dari pihak PT.Freeport[10].
Dengan lama bekerja sampai belasan bahkan puluhan tahun, mereka pun akhirnya
hanya tinggal di sebuah rumah yang cenderung kumuh dan rawan dengan berbagai
penyakit. Bagaimana tidak? Pendapatan yang mereka terima tidak sesuai dengan
tingginya biaya hidup dan juga jerih payah mereka dalam bekerja.
2.
Kasus Pemogokan dan penembakan yang terjadi
Tidak terima dengan kesenjangan yang
dilakukan oleh pihak PT.Freeport, para karyawan melakukan demonstrasi dan
pemogokan kerja selama berhari-hari. Mereka memblokade jalan-jalan utama akses
menuju lokasi penambangan emas tersebut. Aparat kepolisian dan militer pun
berperan aktif dalam aksi ini. Video berjudul “ALKINEMOKIYE - FROM STRUGGLE
DAWNS NEW HOPE” itu juga berkali-kali menunjukkan terjadinya penembakan
terhadap para demonstran dengan peluru tajam yang kemudian mengakibatkan luka
bahkan korban tewas. Para karyawan saling mengajak satu dengan yang lainnya dan
tak jarang terjadi kericuhan antar karyawan. Freeport membawahi sekira 9.000
tenaga kerja yang terbagi menjadi karyawan staf dan non-staf. Aksi demo dan
mogok ini menyebabkan Freeport harus menempatkan sebagian karyawan staf untuk
kegiatan operasional.
Penembakan pun datang entah dari
mana saja. Dalam laporan keuangannya, PT.Freeport menuliskan bahwa PT.Freeport
sendiri mengeluarkan dana sebesar 14 Juta US.Dollar pada tahun 2010 yang silam[11]. Namun yang
menjadi pertanyaan adalah benar atau tidak sejumlah uang itu di keluarkan? Jika
ya, kemana uang sebanyak itu dialokasikan? Banyak yang beranggapan kalau
sejumlah uang tersebut didistribusikan langsung kepada pihak keamanan dan itu
sebabnya mengapa banyak terjadi kasus penembakan kepada rakyat ataupun karyawan
saat melakukan demonstrasi maupun pemogokan tahun yang silam.
Februari 2013 yang lalu terjadi juga
kasus penembakan yang menewaskan delapan prajurit TNI gugur dan dua warga sipil
tewas setelah disergap kelompok sipil bersenjata dalam aksi penyerangan di dua
lokasi di Papua, Kamis kemarin. Penyerangan sekelompok separatis bersenjata
seolah menjadi bukti nyata bahwa kekerasan kolektif masih menjadi bahaya laten
yang harus diwaspadai oleh aparat TNI yang bertugas mengamankan wilayah NKRI
dari ancaman peperangan[12].
Tak jarang juga terjadi
penembakan-penembakan dengan pelaku yang tidak diketahui. Penembakan ini
terjadi pada mereka yang sedang melakukan aksi demo, blokade jalan-jalan,
sampai saat bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Yang lebih parah, aksi
penembakan juga terjadi pada mereka yang tidak ikut dalam aksi demonstrasi
ataupun aksi pemblokade jalan. Penembakan juga terjadi pada mereka yang sedang
bekerja di dalam lokasi penambangan, dirumah, maupun ditempat-tempat lain yang
cenderung aman [13].
3. Kondisi
Pemiskinan Papua, pemerintah terkesan ‘buta’
Di sisi lain, pemiskinan terus
berlangsung di wilayah Mimika. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis
terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di
wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis
kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport.
Selain permasalahan kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga
merusak lingkungan secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM.
Timika bahkan menjadi tempat
berkembangnya penyakit mematikan, seperti HIV/AIDS. Tercatat, jumlah tertinggi
penderita HIV/AIDS Indonesia berada di Papua. Keberadaan Freeport juga
menyisakan persoalan pelanggaran HAM yang terkait dengan tindakan aparat
keamanan Indonesia pada masa lalu dan kini. Hingga kini, tidak ada satu pun
pelanggaran HAM yang ditindaklanjuti serius oleh pemerintah bahkan terkesan
diabaikan, pemerintah terkesan ‘buta’ .
Kegagalan pembangunan di Papua dapat
dilihat dari buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika. Penduduk
Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport berada, terdiri atas 35% penduduk
asli dan 65% pendatang. Hampir seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli
Papua[14].
Di sisi lain, pendapatan pemerintah
daerah Papua demikian bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun
1975-2002 sebanyak 50 persen lebih PDRB Papua berasal dari pembayaran pajak,
royalti dan bagi hasil sumber daya alam tidak terbarukan, termasuk perusahaan
migas[15]. Artinya
ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan menciptakan
ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua ke depan.
Pada tahun 2005 terlihat Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) Papua menempati peringkat ke 3 dari 30 provinsi di
Indonesia. Namun, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua, yang diekspresikan
dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-masalah
kekurangan gizi, berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong
kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport[16].
4. Analisis dalam Teori Pengantar
Hubungan Internasional
Pluralisme
dan munculnya Isu Global Governance dalam dunia Internasional
Fenomena yang terjadi dalam Freeport
Indonesia ini sudah diluar kendali. Keuntungan, kerugian, semua dialami oleh
satu pihak, yaitu Indonesia. Masyarakat pun mempertanyakan kebijakan pemerintah
yang tidak pernah bijak dalam masalah ini. Pemerintah pun seolah tidak
menghiraukan kondisi tersebut. Banyak kejadian yang sangat merugikan Indonesia
dan masyarakat papua. Pemerintah mungkin hanya tergiur oleh pendapatan pajak
dari PTFI, tetapi tidak melihat dampak-dampak yang terjadi dalam masyarakatnya.
Padahal dalam perbandingan pajak dengan pendapatan PTFI sangatlah berbeda[17].
Indonesia adalah negara yang hidup
berdampingan dengan negara lain dalam dunia internasional. Semakin meluasnya
isu-isu dalam Hubungan Internasional, maka harus semakin kuatlah negara
Indonesia untuk mampu berdiri kuat dalam berbagai gejolak dalam dunia Internasional.
Tindakan negara terkadang bukan
merupakan representasi dari kepentingan negara secara keseluruhan, melainkan
kepentingan pihak-pihak di dalam negara yang seringkali bertentangan satu sama
lain. Oleh karenanya kaum pluralis menganggap bahwa kepentingan nasional adalah
suatu konsep yang menyesatkan karena tidak pernah ada kebijakan atau perumusan
mengenai kepentingan negara sebagai suatu keseluruhan[18].
Negara pun terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak memperhitungkan
untung-rugi karena dipengaruhi oleh faktor idiosinkretik pemimpinnya.
Dalam
dinamika hubungan internasional, kaum pluralis menekankan gerakan sosial yang
kompleks. Model hubungan internasional menurut kaum pluralis bersifat kompleks,
yaitu model jaring laba-laba (cobweb). Globalisme atau strukturalisme
disebut juga World System Theory menentang asumsi state-centric maupun
multi-centric dari kaum realis dan pluralis, melainkan berpendapat bahwa aktor
utama dalam hubungan internasional adalah kelas. Berdasarkan pandangan ini,
hubungan internasional adalah mengenai eksploitasi kelas kapitalis
(negara-negara kaya yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, Dunia Utara
atau Dunia Pertama) terhadap kelas proletar (negara-negara miskin di Dunia
Selatan).
Pandangan globalisme mereduksi semua permasalahan menjadi
permasalahan ekonomi dan menganggap bahwa isu-isu lain, seperti keamanan dan
politik hanya berada di permukaan saja. Model hubungan internasional menurut
kaum Globalis adalah model gurita berkepala banyak (octopus model) di
mana kepala gurita tersebut mewakili negara-negara kapitalis kaya yang
menjulurkan tentakel-tentakelnya kepada negara-negara miskin dalam proses
eksploitasi yang tiada akhir[19].
Secara ringkas, pluralisme dalam
Hubungan Internasional menekankan bahwa Selain negara, aktor-aktor
transnasional juga memainkan peranan penting dalam hubungan internasional,
negara tidak manunggal, melainkan plural dan tidak selalu rasional. Selain itu,
juga menekankan pentingnya isu-isu lain di luar keamanan, mencakup ekonomi dan
sosial (low politics) serta adanya gerakan sosial yang kompleks,
interdependensi[20].
Dari sana terlihat jelas akan muncul
aktor-aktor baru selain negara dalam Hubungan Internasional sendiri seperti
IGO, INGO, dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam pandangan pluralisme, tidak ada
batasan lagi antara satu negara dengan yang lainnya dalam melakukan hubungan
internasional karena banyak cara/bentuk-bentuk yang dapat dilakukan dengan
cara-cara yang sifatnya lebih soft.
Saat ini, kehidupan Internasional
pun otomatis menjadi bagian dari masalah Internasional. Batasan dalam dunia
Internasional seolah tidak nyata lagi setelah munculnya era globalisasi.
Batasan-batasan tersebut seolah hanya tertulis pada kertas dan tidak ada pada
dunia nyata. Memang demikianlah pada kenyataan saat ini. Kehidupan yang
melampaui batas-batas nasional merupakan kehidupan Internasional dan kita
adalah bagian dari aktor hubungan Internasional.
Global governance is a permissive concept. Like
globalization, with which it is often associated, the frequency with which
global governance is invoked in the scholarly literature and in policy practice
far exceeds the number of times it is precisely or carefully defined. As a
result, the term ‘global governance’ is applied to a wide variety of d ifferent
practices of order, regulation, systems of rule, and patterned regularity in
the international arena. It is permissive in the sense that it gives one
license to speak or write about many different things, from any pattern of
order or deviation from anarchy (which also has
multiple meanings) to normative
preferences about how the world should be organized[21].
Bahwa Pemerintahan
global adalah konsep permisif. Seperti globalisasi, dengan yang sering
dikaitkan, frekuensi yang pemerintahan global dipanggil dalam literatur ilmiah dan
dalam praktek kebijakan jauh melebihi jumlah kali itu justru atau hati-hati didefinisikan.
Akibatnya, istilah ‘pemerintahan global’ diterapkan untuk berbagai praktek yang
berbeda dari keteraturan, regulasi, sistem pemerintahan, dan keteraturan pola di
arena internasional. Hal ini permisif dalam arti bahwa ia memberikan satu
lisensi untuk berbicara atau menulis tentang banyak hal yang berbeda, dari
setiap pola perintah atau penyimpangan dari anarki (yang juga memiliki beberapa
arti) ke normatif preferensi tentang bagaimana dunia harus diatur.
Global governance adalah suatu
konsep yang muncul sebagai jawaban atas berkurangnya “power” maupun kapasitas
negara dalam mengatasi isu-isu ataupun berbagai permasalahan yang sedang
dihadapi oleh negaranya. Global governance muncul karena kecenderungan
pemerintah yang gagal dalam menjalankan fungsinya di dalam pemerintahan, yang
kemudian diikuti oleh hadirnya faktor-faktor eksternal (luar negeri),
kekurangan sumber daya, dan ketidakmauan sumberdaya yang ada untuk terlibat
dalam isu dalam negeri tersebut[22].
Global
Governance dan kaitannya terhadapat Konflik Papua
Sebagai negara yang hidup dan
terlibat dalam dunia Internasional, tentu Indonesia pun menjadi bagian dari sorotan
dunia dalam melakukan aktivitas Internasional[23].
Misalnya perdagangan, budaya, perekonomian, sampai pada masalah politik
internal negara Indonesia. Banyak perusahaan asing yang menanamkan modalnya dan
juga beroperasi di negara Indonesia. Dan salah satu perusahaan multinational
Corporate (MNC) tersebut adalah PT.Freeport yang ada di Papua.
Sebagai perusahaan penghasil emas
dan tembaga terbesar di dunia, tentu PT.Freeport dan juga Papua menjadi sorotan
dari dunia Internasional. Migrasi karyawan dari luar negeri serta aktivitas
perdagangan hasil penambangan dari PT.Freeport ini tentu melibatkan banyak
negara di dunia Internasional.
Maka implikasi dari adanya fenomena
global governance terhadap masalah di Papua ini adalah bahwa pemerintah
Indonesia haruslah waspada dalam banyaknya aktor Internasional yang dengan
bebas dapat memasuki wilayah Papua. Adanya konflik pertumpahan darah disana dan
juga kesenjangan kesejahteraan sampai pada kemisikinan akan menjadi sorotan
dari para organisasi-organisasi yang bergerak di dunia Internasional di bidang
HAM. Sebut saja misalnya Dewan HAM PBB ataupun Human Rights Watch, yang
bertugas menerbitkan berbagai laporan pelanggaran HAM se-dunia dengan tujuan
untuk menarik perhatian Internasional dan memberikan tekanan pada negara atau
Organisasi Internasional untuk menyelesaikan konflik tersebut[24].
Indonesia memang memiliki aturan
yang ketat bagi orang-orang yang terbukti menyebarkan separatisme seperti
bendera Papua. Para pelaku dapat dihukum selama 20 tahun penjara. Berdasar data
Human Rights Watch, sampai saat ini sebanyak 130 orang mendekam di penjara
karena isu separatisme. Kebanyakan dari mereka berasal dari Papua atau dari
Kepulauan Maluku Timur[25].
Jika pemerintah tidak segera
mengambil kebijakan yang tepat dalam mengatasi konflik yang ada di Papua, maka
dengan cepat nantinya akan ada banyak tekanan dari berbagai pihak yang
memperhatikan kondisi di Papua.
Tidak heran jika pada tanggal 28
April lalu secara resmi membuka Kantor Perwakilan Papua Merdeka. Serikat Kerakyatan
Indonesia (SAKTI) memandang Manuver Benny Wenda dkk, melalui International
Parliamentarian for West Papua, International Lawyer for West Papua, dan juga
Forum Melanesia yg didukung Vanuatu, kini sudah lebih jauh dengan Perwakilan di
Oxford itu[26]. Di Papua,
masih ada Tentara Pembebasan Nasional OPM di bawah Goliath Tabuni, Komite
Nasional Papua Barat dll, yang masih berkembang melakukan kampanye Papua
Merdeka. Ditambah dengan kian tumbuhnya dukungan internasional dari kekuatan
politik di Papua Nugini, Vanuatu, serta sejumlah politisi di Inggris, Selandia
Baru dan Australia[27].
Pembukaan turut dihadiri Walikota
Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan
mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Sementara itu, Andrew Smith berbicara
dalam peluncuran tersebut, menegaskan kembali komitmennya untuk terus membantu
Papua melalui Parlemen Internasional Untuk Papua yang telah dibentuk dua tahun
lalu. Dalam kesempatan tersebut juga hadir seorang pemain Rugby Nasional dari
Papua New Guinea Paul Aiton, kemudian Jenifer Robinson dan Charles Foster dari
kelompok pengacara internasional untuk Papua Barat, mahasiswa dari Universitas
Oxford, warga Papua di Belanda, serta pendukung Papua Merdeka di Inggris.
Munculnya dukungan dari berbabagai
pihak asing untuk kebebasan Papua Barat, harusnya menjadi pukulan bagi
pemerintahan Indonesia. Memang kita belum mengetahui jelas apa yang menjadi
motif mereka. Inggris mengatakan bahwa mereka hanya ingin mendukung hak-hak
dari orang Papua barat untuk hidup layak dan hidup sejahtera denga aman.
Demikian juga beberapa negara lain yang mengatakan argumen yang sama. Tapi
disisi lain bisa jadi mereka juga mengincar potensi yang ada di Papua Barat,
tapi itu juga belum pasti. Intinya adalah responsif dari pemerintah Indonesia
yang tegas dan melakukan kebijakan yang nyata demi terselesaikannya konflik
tersebut tanpa harus melibatkan pihak-pihak asing.
Munculnya global governance akan
terus menekan kinerja pemerintahan secara khusus terkait dengan konflik dalam
negeri Indonesia, Papua. Global governance menekankan bahwa tanpa harus menjadi
seorang pemerintah pun, kita bisa memiliki dampak yang besar bagi negara maupun
bagi dunia Internasional. Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus bijak dan
mampu menyikapi konflik internal yang terjadi di negara Indonesia secar mandiri
dan bijaksana.
Sebuah media online beranggapan
bahwa Indonesia harus meningkatkan ofensif diplomatik. Sependapat dengan itu
saya juga beranggapan kalau Kemenlu harus menghentikan gaya diplomasi yang
‘gemulai’, dan seharusnya harus semakin kritis dalam menghadapi setiap bentuk
dukungan internasional terhadap Papua Merdeka. Bila perlu, harus segera
direspons keras, minimal dengan kecaman keras. Di samping itu, intensifikasi
dan akselerasi program-program kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur
dan efektivikasi dana Otsus (juga tindakan tegas atas korupsi dana Otsus) harus
menjadi agenda prioritas Pemerintah.
Ketua Koordinator Kaukus Papua DPR
RI mengatakan bahwa akar masalah di Papua adalah keberadaan PT Freeport
Indonesia. Menurut anggota Komisi III DPR RI itu, untuk menyelesaikan masalah
yang ada di Papua, PT Freeport Indonesia sebaiknya melakukan langkah-langkah yang
bisa membuat masyarakat Papua sejahtera.[28]
Simpulan
PT.Freeport menjadi akar
permasalahan yang semakin kompleks di bagian barat Papua. PT.Freeport ini
memang sangat memiliki potensi yang luar biasa bagi Indonesia. Karena selain
dapat mensejahteraan rakyat Indonesia dengan penghasilannya yang berlimpah,
juga dapat menjadi kekuatan baru negara Indonesia dalam Hubungan Internasional
di mata dunia. Sebab potensi yang ada bukan hanya emas atau tembaga, namun juga
perak, dan itu dalam skala yang sangat besar. Apalagi jika penelitian para ahli
tentang adanya kandungan uranium disana ternyata benar, maka akan menjadi
penyesalan yang sangat luar biasa bagi negara karena membiarkan “senjata”
andalan tersebut dieksploitasi oleh pihak asing. Maka dari itu pemerintah
Indonesia harus memberikan kebijakan yang tegas dan menyikapinya dengan bijak.
Apalagi dengan adanya isu global governance maka pemerintah harus sigap sebelum
pada akhirnya berbagai tekanan dan intimidasi dari berbagai aktor Internasional
mempengaruhi masyarakat Indonesia, khususnya Papua sendiri.
[1]
http://industri.kontan.co.id/news/luas-wilayah-pertambangan-freeport-indonesia-bakal-menciut
[2] ibid
[3](Video) Youtube.com/ FROM
STRUGGLE DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[4] ibid
[5] http://rimanews.com. Abaikan Hak Masyarakat Ada Freeport Rampok
Kekayaan Alam Papua. Diakses tanggal 8 Juni 2013. Pukul 18:23 WIB
[6] Marwan
Batubara. 2012. http://www.eramuslim.com/berita/.Sejarah Kelam Tambang Freeport. Diakses pada Senin 9 Juni 2013.
Pukul 12:45
[7] ibid
[8] ibid
[9] (Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE.
Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[10] Ibid
[11] ibid
[12] ibid
[13] ibid
[14] Dr. (cand.)
Dewi Aryani, M.Si. http://oase.kompas.com. Kasus.Freeport.Hilangnya.Nurani.Pemerintah.Diakses pada Senin, 9
Juni 2013. Pukul 15:12 wib
[15] ibid
[16] ibid
[17] (Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE DAWNS NEW HOPE.
Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
[18] ArryBainus,, et.al,. 2007: Reading Kit Kuliah/Tutorial PengantarHubungan Internasional-1.(G10D.101)
years 2007.Department of International Relations, Faculty of Social and
Political Science Padjadjaran University.
[19] Cyntia Weber, 2005, International Relations Theory. A critical Introduction , 2 nd ed.,
London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
[20] ibid
[21] Thomas
J. Biersteker. 2009. Global Governance. Routledge
Companion to Security (New York and
London: Routledge Publishers).p.1
[22] Dudy Heryadi.Perkuliahan Praktikum Hubungan
Internasional Universitas Padjadjaran.Global
Governance. Sabtu 18 Mei 2013.
[23] Cyntia Weber, 2005, International Relations Theory. A critical Introduction , 2 nd ed.,
London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
[24] Simela
Victor Muhamad. Jurnal Tentang HAM. PEMAJUAN DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM
KONTEKS HUBUNGAN INTERNASIONAL.p.1
[25] Dany Brakha. 2013.
http://www.satuharapan.com/content/read/gerakan-pembebasan-papua-barat-bangun-markas-di-oxford/
[26]Girindra Sandino.
http://forum-penulis-pelitaonline-folis-line.pelitaonline.com/news/.Waspadalah Inggri Buka Kantor Papua-Merdeka.
Diakses pada Minggu 8 Juni 2013. Pukul 17:00 wib
[27] ibid
Resensi.
Bainus,
Arry, et.al,. 2007: Reading Kit Kuliah/Tutorial PengantarHubungan Internasional-1.(G10D.101) years 2007.Department
of International Relations, Faculty of Social and Political Science Padjadjaran
University
Batubara , Marwan. 2012. http://www.eramuslim.com/berita/.Sejarah Kelam Tambang Freeport. Diakses
pada Senin 9 Juni 2013. Pukul 12:45
Biersteker, Thomas J. 2009. Global Governance. Routledge
Companion to Security (New York and London: Routledge
Publishers).p.1
Heryadi, Dudy. Perkuliahan Praktikum
Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran.Global Governance. Sabtu 18 Mei 2013.
http://rimanews.com. Abaikan Hak Masyarakat Ada Freeport Rampok
Kekayaan Alam Papua. Diakses tanggal 8 Juni 2013. Pukul 18:23 WIB
http://industri.kontan.co.id/news/luas-wilayah-pertambangan-freeport-indonesia-bakal-menciut
Sandino, Girindra.
http://forum-penulis-pelitaonline-folis-line.pelitaonline.com/news/.Waspadalah Inggri Buka Kantor Papua-Merdeka.
Diakses pada Minggu 8 Juni 2013. Pukul 17:00 wib
Sikumbang, Zul.
http://www.antaranews.com/berita/377453/paskalis-kossay-pt-freeport-indonesia-penyebab-masalah-di-papua
Victor, Simela. Jurnal Tentang HAM. PEMAJUAN
DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONTEKS HUBUNGAN INTERNASIONAL.p.1
(Video) Youtube.com/ FROM STRUGGLE
DAWNS NEW HOPE. Dimainkan 25 April 2013. Jam 12:54 WIB
Weber, Cyntia. 2005. International
Relations Theory. A critical Introduction
, 2 nd ed., London dan New York: Routledge, hlm 37-58.
Materi Kuliah
Politik Global SJ B5 BP. Nur Samsudin IAIN WALISONGO SEMARANG